Rabu, 17 Juli 2013

INDONESIA TIDAK MEMILIKI PLANING PEMBELAJARAN YANG MANTAP SEHINGGA KURIKULUM KITA SUDAH BERGANTI SEBELAS KALI SEMENJAK MERDEKA


Oleh : Agus Warsono 
Inilah negara dengan kemajuan dan reformasi berubahan yang tersendat  dan selalu dengan perubahan yang didasari ego pribadi pemimpin dan berujung proyek dan "uang". Padahal untuk meletakan dasar fondament anak bangsa diperlukan suatu ketetapan perundangan yang mantap. Bukankah dalam Undang-undang Dasar 1945 disebutkan "mencerdaskan kehidupan bangsa" mendasari apa yang disebut Kurikulum itu. 
Kiranya untuk mengejar ketertinggalan Indonesia akan ilmu pengetahuan dan teknologi mungkin tidak bisa diumpamakan sebuah nilai "7"  ke nilai "10" atau membuat SDM putra Indonesia dari pintar ke lebih pintar lagi, namun justru slalu dimulai dari angka "o" .  Adalah kurikulum kita yang slalu berganti  dan berganti pada siapa Menteri Pendidikan dipegang. Meski tidak semua menteri pendidikan slalu berbuat merubah kurikulum, namun rakyat memandang slalu jika ganti mentri ganti kurikulum.
Sebagai contoh tanyakan kepada sepuluh guru sekolah dasar, methoda apa yang terbaik dan cepat utuk anak usia 5-7 th bisa membaca? Maka hasilnya akan lebih dari lima guru SD mengatakan bahwa methoda yang baikuntuk pengajaran membaca anak adal metoda "mengeja". Metoda mengeja ini adalah methoda yang sangat berhasil membuktikan anak cepat dapat membaca huruf kata dan kalimat dan digunakan pertama kali pada Kurikulum Sekolah Dasar tahun 1975. Methoda ini terkenal dengan istilah methoda SAS.
Lalu kemudian tanyakan kepada 10 siswa tamatan SMA , dimana letak geografis  Indonesia pada dunia? Maka akan didapat kurang dari 5 orang slalu menjawab tidak tahu. Padahan ini dalam kurikulum 1975vadalah materi pelajaran SD. Dulu anak kelas VI SD akan bisa menjawab lantang bahwa Indonesia terletak di antara 6º LU – 11º LS dan 95º BT - 141º BT. Disinilah barangkali yang dimaksud diumpamakan nilai 7 ke nilai 10 itu, tetapi justru kita slalu mulai dari anka 0 (nol).
21 teukusyarifthayeb.jpg
Syarif Thayeb , Mentri Pendidikan dan Kebudayaan 1974-1978
29 daoedjoesoef.jpg
Daoed Yosoef , Mentri Pendidikan yang tidak merubah kurikulum 
Sejak Indonesia merdeka tercatat telah terjadi 11 kali perubahan kurikulum. Kurikulum yang pertama kali dipakai yakni tahun 1947 Kurikulum Rencana Pelajaran. Kemudian berganti menjadi Kurikulum Rencana Pendidikan Sekolah Dasar tahun 1964, Kurikulum Sekolah Dasar tahun 1968. Artinya pada zaman Orde Lama (Orla) atau zaman Presiden Soekarno berkuasa, terjadi 3 kali perubahan kurikulum.
Pada Orde Baru (Orba) atau zaman kekuasaan Presiden Soeharto, terjadi 5 kali pergantian kurikulum. Mulai dari Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) tahun 1973, Kurikulum Sekolah Dasar tahun 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, dan Revisi Kurikulum 1994 pada tahun 1997.
Lalu pada zaman reformasi, jika Kurikulum 2013 diberlakukan artinya terjadi 3 kali perubahan kurikulum. Pertama, Rintisan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) tahun 2004, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006 dan terakhir Kurikulum 2013 yang akan diberlakukan

Selasa, 09 Juli 2013

Penerapan Kurikulum 2013 dalam tahun pelajaran 2013/2014 tidak semua sekolah

Tidak semua sekolah dalam tahun pelajaran 2013/2014 menerapkan kurikulum 2013. Penerapan kurikulum yang mulai bertahap yang dimulai untuk kelas I dan IV SD, kelas VII SMP, dan kelas X SMA/SMK, ini juga tidak untuk semua sekolah. 

Penerapan Kurikulum 2013 pada Juli mendatang baru ditetapkan untuk 6.325 sekolah yang tersebar di 295 kabupaten/ kota, sekolah lain yang berminat juga boleh melaksanakan kurikulum baru tersebut. Namun, pemerintah menetapkan sejumlah syarat bagi sekolah yang bukan sasaran jika berminat menerapkan Kurikulum 2013 pada tahun ajaran baru nanti.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh dalam surat edarannya kepada kepala dinas pendidikan provinsi/ kabupaten/kota di seluruh Indonesia, Rabu (5/6), menyatakan, sekolah yang tidak termasuk sekolah sasaran untuk mengimplementasikan Kurikulum 2013 bisa menerapkan secara mandiri. Namun, pelaksanaannya harus di bawah koordinasi dinas pendidikan daerah.

Oleh karena itu, dinas pendidikan di daerah diminta mendaftarkan sekolah yang berminat menerapkan Kurikulum 2013 melalui laman http://kurikulum.kemdikbud.go.id paling lambat 14 Juni. Dalam pendaftaran, dinas pendidikan diminta memperhatikan soal ketersediaan guru, akreditasi, dan waktu persiapan yang memadai.

Sekolah yang melaksanakan Kurikulum 2013 secara mandiri menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Anggaran pengadaan buku siswa dan guru ditanggung pemerintah daerah. Demikian juga pelatihan guru secara mandiri bisa dilakukan dengan anggaran sendiri, tetapi tetap berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk penyediaan instruktur yang diperlukan.

Penerapan Kurikulum 2013 tahun ini dimulai untuk kelas I dan IV SD, kelas VII SMP, dan kelas X SMA/SMK.

Ruang Iklan